Suku Baduy [Lebak- Banten] dan Fakta-Fakta Yang Harus Kamu Baca!
Banten,
budaya,
Desa,
Fakta Indonesia,
fakta unik,
Fakta Unik Indonesia,
jawa,
kecamatan,
masyarakat,
Potensi Ekonomi,
provinsi,
sosial budaya,
suku
Edit
Suku Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Lewi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten
FaktaDerah.Com- Indonesia merupakan negara yang memiliki suku bangsa terbanyak di dunia. Salah satunya yaitu Suku Baduy yang hidup dan menetap di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Masyarakat Baduy merupakan salah satu komunitas sosial yang hingga saat ini masih memegang teguh pada pikukuh mereka terhadap alam.
Suku Baduy
Sistem kehidupan yang sederhana ialah modal dasar dari keutuhan alam dengan tidak mengubah sesuatu yang ada. Keberadaan air sangat mempengaruhi pada kelangsungan hidup masyarakat Baduy atau Suku Baduy yang menggantungkan hidupnya terhadap alam. Air yang mengalir di sungai Ciujung telah memberikan banyak manfaat bagi kehidupan mereka. Oleh sebab itu pola pemukiman yang ada di Baduy hampir seluruhnya berdekatan dengan sumber air.
Desa Baduy atau Kanekes di Kecamatan Lewi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten
Baduy atau Kanekes ialah nama sebuah Desa yang terletak di Kecamatan Lewi Damar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Lokasinya berada di hulu aliran sungai Ciujung pada sisi utara pegunungan Kendeng di kawasan Banten Selatan.
Kebanyakan penduduk Baduy menamakan dirinya sebagai urang Kanekes (Orang Kanekes) yang didasarkakan pada letak tempat tinggal mereka yaitu di Kanekes. Namun, Masyarakat luar lebih akrab menyebutnya dengan nama Urang Baduy (Orang Baduy).
Asal dan Usul Masyarakat Baduy di Kecamatan Lewi Damar
Sampai saat ini terdapat tiga versi yang menerangkan mengenai asal usul masyarakat Baduy. Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa pada awalnya masyarakat Baduy merupakan kelompok masyarakat yang berasal dari para punggawa Pajdajdaran (sekitar abab XVI) yang melarikan diri dari kerajaan, karena masuknya agama islam ke wilayah Banten melalui pantai utara Cirebon. Mereka melarikan diri ke wilayah Banten selatan, tepatnya di wilayah pegunungan Kendeng. Masyarakat pelarian tersebut menganut agama Hindu yang semula menetap di daerah tanah sareal Bogor (Jacos & Meijer, 1891; Darmaidjaya, 1968; Edi S. Ekadjati, 1995).
Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa mereka (seperti yang terdapat dalam kepurbakalaan Banten) berasal dari kelompok masyarakat pengungsi yang terdesak oleh gerakan perluasan wilayah kekuasaan dan peng-islaman dari kesultanan Banten. Mereka menganut agama Hindu yang semula menetap di sekitar gunung Pulosari (Kabupaten Pandeglang) yang berhasil ditundukan oleh kesultanan Banten dan para serdadunya. Sebagian diantanrnya berhasil melarikan diri ke arah selatan dan membuka pemukiman baru ditempat pengungsian mereka. Maka jadilah daerah pemukiman masyarakat Baduy (Koorders, 1864; Pennings, 1902; Tricht, 1929; Edi S. Ekadjati, 1995).
Pendapat ketiga, berdasarkan pengakuan masyarakat Baduy itu sendiri. Menurut mereka sejak dahulu leluhur mereka tinggal dan hidup didaerah yang mereka tempati sekarang, yaitu desa Kanekes. Mereka menolak pendapat yang menyatakan masyarakat Baduy merupakan masyarakat pengungsi atau pelarian dari pakuan Padjadjaran. Dengan bernada kesal, beberapa diantaranya menyatakan bahwa sejak jaman dahulu, mereka telah bermukim didaerah Kanekes.
Kelompok Masyarakat Baduy
Secara umum masyarakat Kanekes terbagi menjadi tiga kelompok yaitu Tangtu, Panamping, dan Dangka. Kelompok Tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Baduy Dalam, yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga kampung: Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik.
Ciri Khas Orang Baduy Dalam
Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Sementara, kelompok masyarakat Panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Baduy Luar, yang tinggal di berbagai kampung dan tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Namun demikian, pola perilaku yang terdapat pada masyarakat Baduy (baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar) tidak bervariatif seperti hal nya yang terjadi pada masyarakat umum yang sangat Heterogen dan plural. Pola perilaku mereka lebih bertumpu pada sistem adat yang sudah berabad-abad mengakar bahkan mendarah-daging pada tiap individu.
Keunikan Masyarakat Baduy
Salah satu basis yang menjadi keunikan Masyarakat Baduy yaitu mereka secara turun temurun menjaga dan melestarikan lingkungan alam dengan menamakan daerah mereka sebagai mandala atau tempat suci. Hal seperti ini mereka lakukan atas dasar penghormatan mereka kepada leluhur nenek moyang. Konsep hidup yang tidak matrealis menjadikan mereka lebih sederhana dan tidak menuntut sesuatu yang berlebihan. Sebenarnya mereka bukan tidak ingin kaya, namun tidak diperbolehkan untuk kaya atau pola hidup yang berlebihan. Sebab kekayaan materi mereka anggap akan dapat mengancam kehidupan dari sebuah mandala (tempat suci).
Dewasa kini jarang ada kelompok masyarakat yang secara sadar mengetahui apa yang menjadi tugas hidup mereka di dunia. Berbeda hal nya dengan Orang Kanekes yang sudah dewasa rata-rata akan dapat menjawabnya secara lancar tanpa berfikir panjang ataupun merenung-renung terlebih dahulu. Kelancarannya mirip kelancaran anak pesantren mengurutkan rukun iman dan rukun islam. Dalam hal ini tiap warga Kanekes harus mengetahui dan menjalankan rukun kehidupan yang menjadi tugas pokok masyarakatnya. Tugas hidup yang mereka tanggung merupakan pedoman dalam menjalani hidup sehari-hari.
Kehidupan Masyarakat Baduy atau Kanekes
Daur kehidupan masyarakat Kanekes ditopang oleh enam macam tugas yang harus di laksanakan secara berkala tiap tahun. Ke enam macam tugas itu sebagai berikut.
- Ngareksakeun Sasaka Pusaka Buana ,yaitu memelihara tempat pemujaan di Pada Ageung.
- Ngareksekeun Sasaka Domas, yaitu memelihara tempat pemujaan di Parahiyang.
- Ngasuh Ratu Ngajayak Menak, yaitu mengasuh penguasa dan mengemong para pembesar.
- Ngabaratapakeun Nusa Telu-Puluh Telu, Bangawan Sawidak–Lima Pancer Salawe Nagara,yaitu mempertapakeun nusa 33, sungai 65, pusat 25, negara atau mempertapakeun Mandala Kanekes.
- Kalanjakan Kapundayan, yaitu berburu dan menangkap ikan untuk keperluan upacara Kawalu.
- Ngukus Ngawalu Maju Ngalaksa, yaitu: ngukus atau membakar dupa waktu memuja melaksanakan muja, melaksanakan upacara Kawalu membuat laksa (pada upacara tutup tahun).
Cara Masyarakat Baduy Masyarakat Baduy
Masyarakat Baduy memiliki cara yang unik untuk bersahabat dengan alam sebagai bagian dari tempat tinggal mereka. Aturan dan norma yang menjadi pengikat masyarakat Baduy untuk mengelola sumber daya alam disekitar mereka, termasuk didalamnya air. Tak mengherankan jika kita berkunjung ke Baduy, rumah-rumah desa di Baduy selalu berdekatan dengan sumber mata air, yaitu sungai Ciujung.
Sungai Ciujung merupakan muara dari beberapa sungai yang ada di Baduy, seperti sungai Cimangseuri, Ciparahiang, Cibeueung, Cibarani dan beberapa anak sungai lainnya. Tiap desa di Baduy memiliki batas masing-masing disungai Ciujung, batas ini sebagai acuan untuk Orang Baduy dalam mengelola dan merawat air sungai Ciujung. Selain itu sungai Ciujung merupakan sungai perbatasan antara masyarakat Baduy Dalam dengan sungai-sungai yang berada di Baduy Luar ataupun wilayah masyarakat lainnya.
Sepertinya, antara Baduy Dalam dan Baduy Luar ada aturan adat yang sama untuk sama-sama melestarikan lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan sumber mata air dan tumbuhan yang berada disekelilingnya.
Masyarakat Baduy tidak pernah menggunakan bahan-bahan kimia ketika mandi, mencuci, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan air. Mereka melakukan ini sebagai bagian dari “Buyut” yang mesti dilakukan dan dipertahankan hingga saat ini. Pembelajaran akan bahaya zat kimia mereka kenalkan sejak dini pada anak-anak mereka dan kelak berlanjut pada generasi yang akan datang.
Bahkan hingga saat ini mereka tidak pernah mandi, mencuci, dan menyikat gigi menggunakan bahan kimia yang biasa kita pakai sehari-hari. Untuk menghilangkan aroma bau tubuhnya, mereka memanfaatkan bahan dari alam sebagai pengganti sabun untuk membersihkan tubuh dari bau dan kotoran yang menempel pada tubuh. Masyarakat Baduy membuat aturan yang bukan hanya berlaku pada masyarakat Baduy Kanekes saja, melainkan diperlakukan untuk semua pengunjung yang datang ke daerah mereka. Baik pejabat, pelajar, pengusaha dan masyarakat umum tidak diperbolehkan menggunakan bahan yang mengandung bahan kimia ketika di sungai.
Tempat tinggal mereka yang terpencil dan peri kehidupan tradisional yang tetap dipertahankan oleh masyarakat Baduy menyebabkan mereka memiliki sifat-sifat tradisional. Banyak hutan-hutan lindung yang sering mereka sebut dengan hutan “titipan”, yang benar-benar steril dari ulah manusia.
Proteksi terhadap lingkungan ditujukan untuk mempertahankan kehidupan mereka supaya tetap utuh dan bisa memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Pandangan mereka dalam kelestarian lingkungan, sama dengan pemikiran dalam pembangunan berkelanjutan dimana mereka beranggapan bahwa kerusakan lingkungan atau perubahan terhadap bentuk lingkungan akan mengancam sumber kehidupan mereka yang berakibat dengan kelaparan.
Oleh sebab itu mereka melarang, bahkan melawan pihak luar yang berusaha merusak lingkungan, sebagaian orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan hutan dan berusaha untuk menebang pohon-pohon di hutan-hutan Baduy terutama yang berbatasan dengan wilayah luar. Hutan merupakan hal penting yang harus ada dan tetap dijaga keberadaanya. Hutan memiliki banyak manfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat Baduy terutama hubungannya dengan sumber mata air.
Hutan yang ada mereka jaga dengan sepenuh hati karena rasa peduli mereka yang tinggi terhadap lingkungan alam. Untuk itu mereka mengangap bahwa ada hutan tertentu yang sama sekali tidak boleh diganggu apalagi dirusak, hutan ini dinamakan dengan hutan larangan. Penamaan hutan larangan dibuat agar orang enggan untuk memasukinya, sebab didalam hutan larangan banyak terdapat sumber mata air yang mengalir ke daerah pemukiman masyarakat Baduy.
Hutan yang ada mereka jaga dengan sepenuh hati karena rasa peduli mereka yang tinggi terhadap lingkungan alam. Untuk itu mereka mengangap bahwa ada hutan tertentu yang sama sekali tidak boleh diganggu apalagi dirusak, hutan ini dinamakan dengan hutan larangan. Penamaan hutan larangan dibuat agar orang enggan untuk memasukinya, sebab didalam hutan larangan banyak terdapat sumber mata air yang mengalir ke daerah pemukiman masyarakat Baduy.
Bila hulu atau sumbernya hilang nanti apalagi dengan hilirnya. Maka tidak heran jika hal utama yang mesti mereka jaga adalah hutan terutama yang berada pada sumber air. Masyarakat Baduy percaya bahwa menjaga lingkungan alam berarti menyelamatkan kehidupanya sendiri dan sebagai simbol penghormatan terhadap leluhur. Sebab, alam telah memberikan banyak manfaat bagi kelangsungan hidup mereka. Untuk itu perlu adanya hubungan yang harmonis antara alam dan kehidupanya.
Masyarakat Baduy hidup dan tumbuh sebagai komunitas yang sederhana dan menerima segala sesuatu dengan apa adanya tanpa menginginkan yang lebih. Hal ini merupakan amanat dari leluhur mereka : “lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung” yang artinya panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung. Nilai seperti ini merupakan salah satu bentuk Kearifan lokal dari Masyarakat yang dianggap tradisional itu.
Jika seandainya konsep tentang lingkungan yang ada di masyarakat Baduy diterapkan pada diri setiap manusia dan berbagai komunitas, maka kerusakan alam pun bisa diminimalisir. Namun, kenyataannya kerusakan lingkungan telah terjadi hampir diseluruh wilayah nusantara. Bencana alam seperti banjir, tanah longsor merupakan contoh kecil yang ditimbulkan dari rusaknya lingkungan. Bukti nyata bahwa penebangan hutan tanpa sistem reboisasi telah mengakibatkan banyak masalah yang berhubungan dengan bencana alam.
Dengan demikian, konsep dan prilaku masyarakat Baduy tentang menjaga dan melestarian lingkungan dapatlah dijadikan sebuah cara antisifasi bagi kita agar lebih sadar dalam menjaga kelestarian lingkungan. Terlebih lagi jika hal itu akan bermanfaat bagi kita sebagai insan penghuni bumi yang bertanggung jawab atas apa yang telah dititipkan oleh tuhan. Bahkan, nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal yang ada di masyarakat tradisional khususnya di wilayah Kanekes dalam melestarikan lingkungan dapat dijadikan inspirasi dan pelajaran penting bagi masyarakat dunia, Khususnya bagi masyarakat Indonesia.
Dengan mencontoh budaya masyarakat Baduy yang senantiasa taat terhadap aturan nenek moyangnya dan selalu menjaga alam sekitar, maka diharapkan kekayaan Indonesia yang melimpah ruah dapat dimanfaatkan dan dilestarikan sebaik mungkin.
Demikinalah tulisan mengenai Suku Baduy [Lebak- Banten] dan Fakta-Fakta Yang Harus Kamu Baca! yang ditulis oleh Siti Fatimah dengan judul asli dalam tulisannya ialah Budaya Baduy Lestari Untuk Membangun Negeri. Semoga dengan adanya tulisan mengenai "Suku Baduy yang ada di Provinsi Banten" ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi segenap pembaca. Trimakasih, jangan lupa baca juga tulisan lainnya;
Mari gali potensi daerah dengan melestarikan ragam budayanya.
BalasHapuslest's go visit to Baduy kak
siap kak
HapusSuku Baduy itukan masih lumayan ramah lingkungannya ya, jadi bagaimana memunculkan semangat pemuda dalam melestarikan budaya alam? Sedangkan pemuda pemudi jaman sekarang sukanya nongkrong-nongkrong. Tidak hanya itu, pemuda pemudi yang peka terhadap lingkungan disekitarnya saja masih kurang
BalasHapusBenar sekali kak, suku baduy itu sagat mencintai dan menjaga alam yang ada disekitarnya. Nah bagaimana memunculkan semangat para pemuda dalam melestarikan budaya alam? terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seorang anggota masyarakat khususnya kita sebagai generasi muda dalam mengingatkan teman kita yang sekiranya kurang peka terhadap lingkungan.Hal-hal yang dapat kita lakukan yaitu mengajak teman kita agar mau mempelajari budaya tersebut, baik hanya sekedar mengenal atau bisa juga dengan ikut mempraktikkannya dalam kehidupan kita. mengajaknya agar peka terhadap lingkungan, karena kehidupan yang sehat berasal dari lingkungan yang sehat pula dan hidup tanpa lingkungan yang sehat bagaikan kota tanpa bangunan.Untuk itu kesdaran dalam diri setiap pemuda sangatlah penting. Mari cintai alam kita dan bangga pada budaya kita.
Hapussemoga menjawab, Terimakasih kak
Komen apa yak 😕😕
BalasHapusWkwk
HapusSudah berkunjung ke baduy?
"Wah jadi pengen berkunjung ke baduy"😂
BalasHapuswih ditunggu kedatangannya kak. dijamin deh bakal ketagihan, disana tuh pemandangannya indah bingitzzz airnya sungainya juga jernih.
HapusMantap min, budaya yang ada memang harus dilestarikan. Sebagai orang lebak, tapi belum pernah ke baduy jadi malu nih..���� kapan" harus berkunjung dah ke Baduy!
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusNah belum disebut orang lebak kalau belum berkunjung ke baduy. kuy lah ke baduy, mimin aja sudah masa kamu belum.
HapusGoodjob��
BalasHapusMakasih kak
Hapus